Oleh : Arif Abdul Wahid (Kabid Maritim & Ketahanan Pangan Badko HMI JABAR)
Dalam kondisi apapun, Allah Swt memerintahkan kepada umat Islam untuk senantiasa berakhlak yang baik, termasuk dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun, sebelum menjelaskan tentang etika atau lebih khusus lagi akhlak dalam bernegara alangkah baiknya dijelaskan tentang beberapa hak dan kewajiban seorang warga negara dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hak warga negara dapat diartikan sebagai sesuatu yang dapat dimiliki oleh setiap warga negara dari negaranya yang diatur oleh undang-undang sedangkan kewajiban warga negara adalah sesuatu yang harus dilakukan oleh setiap warga negara terhadap negaranya. Adapun hak-hak sebagai warga negara tercantum dalam UUD 1945 diantaranya adalah hak untuk mendapatkan pekerjaan yang layak (Pasal 27 Ayat 2), hak untuk ikut serta dalam membela negara (Pasal 27 Ayat 3), hak untuk berpendapat (Pasal 28), hak untuk mendapatkan kebebasan beragama (Pasal 29), hak dalam pertahanan dan keamanan (Pasal 30 Ayat 1), hak untuk mendapatkan pengajaran (Pasal 31 Ayat 1), hak untuk mengembangkan dan memajukan kebudayaan (Pasal 32 Ayat 1), hak untuk mendapatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial (Pasal 33), dan hak bagi fakir miskin dan orang-orang terlantar untuk mendapatkan perhatian dari negara.
Kewajiban warga negara terhadap negaranya adalah menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan tanpa kecuali (Pasal 27 Ayat 1), kewajiban membela negara (Pasal 27 Ayat 3), dan ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara (Pasal 30 Ayat 1). Dengan penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa adanya hubungan timbal balik antara negara dan warga negaranya, oleh karena itu sudah sepatutnya sebagai seorang muslim untuk menjalankan segala kewajiban-kewajiban kita sebagai warga negara.
Secara garis besar, setidaknya ada tiga etika seorang muslim dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu menegakkan keadilan dan kebenaran, menegakkan nilai-nilai kemanusiaan, dan mewujudkan kemaslahatan umat.
Pertama, menegakkan keadilan dan kebenaran. Dalam kehidupan, kebenaran dan keadilan adalah sesuatu yang paling dicari oleh setiap manusia bahkan kehidupan manusia itu sendiri disebut sebagai proses dalam mencari keadilan dan kebenaran. Islam adalah agama yang akan selalu berpihak kepada keadilan dan kebenaran bahkan menegakkan keadilan dan kebenaran adalah kewajiban bagi setiap muslim kapan saja dan dimana saja. Karena saking pentingnya keadilan dalam kehidupan manusia, Allah Swt memerintahkan kepada orang-orang beriman agar selalu menegakkan keadilan dan kebenaran sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur‟an surat Al-Maidah ayat 8:
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil.Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.Dan bertakwalah kepada Allah, seseungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Kedua, menegakkan nilai-nilai kemanusiaan. Secara genealogis, manusia diciptakan oleh Allah Swt dari jenis yang sama, dari nenek moyang yang sama dan dari bahan yang sama. Persamaan inilah yang menjadi dasar pentingnya menegakkan nilai-nilai kemanusiaan. Penegakkan nilai-nilai kemanusiaan dalam Islam menjadi tujuan diturunkannya syariat (maqashidus syari‟ah) yang mencakup lima hal, yaitu hak beragama (hifdhzud din), hak hidup (hifdhzun nafs), hak intelektual (hifdhzul „aql), hak kekayaan (hifdhzul maal), dan hakketurunan (hifdhzun nasl). Secara sosiologis, ajaran Islam akan mengerucut pada lima hal tersebut karena lima hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat primer dan utama dalam kehidupan manusia. Dengan demikian, seorang muslim berkewajiban menegakkan pentingnya nilai-nilai kemanusiaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara apabila ini terwujud maka cita-cita menjadi negara yang baldatun thayyibatun warabbun ghafur akan tercapai.
Ketiga, mewujudkan kemaslahatan umat.Inti daripada syariat Islam adalah terwujudnya kemaslahatan umat. Kemaslahatan ini bisa bersifat materil maupun non materil, baik untuk dirinya dan juga untuk orang lain. Kemaslahatan adalah sesuatu yang bersifat universal, berlaku dimana saja dan kapan sehingga harus diperjuangkan oleh setiap manusia.Dalam berbangsa dan bernegara, kebijakan atau keputusan hukum harus mengacu kepada terwujudnya kemaslahatan umat bahkan dalam kaidah fikih dikatakan bahwa kebijakan seorang pemimpin harus dikaitkan dengan kemaslahatan. Dengan demikian, peran serta seorang muslim dalam politik secara umum dan kebijakan secara khusus adalah ikut serta mendorong terwujudnya kemaslahatan umat.